Saat ini, perkembangan sains semakin pesat. Meningkatkan kapasitas
manusia dengan bioteknologi, pil pintar, implan otak, hingga menggunakan
metode DNA-editing (pengeditan DNA) tengah menjadi perbincangan yang hangat di dunia internasional.
Dengan
mengedit DNA, ilmuwan bisa bermain-main untuk meningkatkan sifat-sifat
dasar manusia, seperti kecerdasan, kemampuan fisik, bahkan penalaran
moral. Artinya, seorang "manusia super" bisa diciptakan.
Pada
tahun 2016 ini, untuk kedua kalinya ilmuwan Tiongkok melakukan percobaan
memodifikasi embrio manusia yang sangat kontroversial, untuk
menciptakan manusia super yang tahan terhadap penyakit dan kelainan
genetika.
Bulan lalu, seperti dilansir Wired,
Jumat (18/11/2016), ilmuwan Tiongkok dari Sichuan University yang
dipimpin ahli onkologi, Lu You, berhasil menyuntikkan sel darah putih
yang sudah dikustomisasi dengan Clustered Regularly-Interspaced Short
Palindromic repeats (CRISPR) ke dalam tubuh pasien yang terkena kanker
paru-paru metastatik.
Percobaan tersebut dilakukan di RS Tiongkok Barat, Chengdu, dan, kepada Nature
(15/11), Lu menyatakan perawatan berjalan mulus dan sang pasien akan
mendapatkan suntikan kedua. Namun ia menolak menjelaskan secara detail
karena menjaga kerahasiaan pasien.
Tim tersebut berencana untuk merawat total 10 orang. Masing-masing akan menerima dua hingga empat suntikan.
Pengobatan
ini masih dalam tahap uji keselamatan dan para partisipan akan
dimonitor selama enam bulan untuk menentukan apakah injeksi itu
menyebabkan dampak merugikan.
Ini merupakan terobosan baru untuk
masyarakat Republik Rakyat Tiongkok. Sebelumnya pada awal 2014, Tiongkok
juga berhasil membuat tumit kustom CRISPR pada monyet dan embrio
pertama yang sudah dikustom menggunakan CRISPR pada Mei lalu.
Terobosan Tiongkok ini cukup mengagetkan karena, seperti dikabarkan Nature
(22/6), percobaan pertama penggunaan CRISPR pada manusia dijadwalkan
baru dilakukan tahun depan oleh para ahli di University of Pennsylvania.
Menurut Wired, Amerika
Serikat tertinggal dalam hal ini karena perizinan. Sichuan University
hanya butuh waktu enam bulan sejak presentasi hingga pemerintah Tiongkok
menyetujui percobaan tersebut. Sementara di AS pengurusan izin bisa
memakan waktu bertahun-tahun.
Keberhasilan Tiongkok itu, menurut Darryl Macer dari Eubios Ethics Institute, akan membuat Asia berada di depan dalam upaya meningkatkan kemampuan fisik manusia.
Mengenal CRISPR
CRISPR-Cas9, seperti dipaparkan Daily Mail Online (3/8/2016), adalah perangkat untuk mengedit DNA yang ditemukan pada bakteri secara persis.
Tekniknya
melibatkan enzim pemotong DNA dan sebuah penanda kecil yang memberi
tahu kepada enzim bagian mana yang harus dipotong. Dengan pengeditan
penanda itu, para ilmuwan bisa mengarahkan enzim ke wilayah spesifik
pada DNA dan memotongnya dengan persis, di mana pun mereka inginkan.
Peneliti
Inggris juga pernah berhasil melakukan teknik pengeditan gen dengan
menggunakan DNA tikus. Kala itu, para ilmuwan menggunakan tikus yang
menderita penyakit genetis Distrofi Otot Duchenne (DMD). Inilah yang
menjadi dasar penelitian sekarang, menggunakan DNA langsung dari
manusia.
Februari tahun ini, dilansir Independent
(17/11), Human Fertilization and Embryology Authority di Inggris
menerima permintaan Francis Crick Institute di London untuk melakukan
modifikasi embrio manusia dengan teknik pengeditan gen CRISPR-Cas9.
Ini
adalah kali keduanya embrio manusia telah digunakan dalam penelitian
tersebut dan pertama kalinya penggunaannya disetujui oleh otoritas
nasional negara itu. Ilmuwan di institut tersebut berharap akan membawa
titik terang pengembangan embrio--pekerjaan yang akhirnya akan membawa
perawatan lebih aman dan sukses.
Embrio yang disediakan pasien
harus menjalani vitro fertilisasi, dan tidak dizinkan untuk
mengembangkannya lebih dari tujuh hari. Namun dalam teori CRISPR, hal
tersebut dapat digunakan untuk memodifikasi gen penyebab penyakit dalam
embrio, menghapus skrip yang dalam kode genetik pada masa depan
keturunan orang tersebut.
Para pendukung "editing germline
pada manusia" turut berpendapat bahwa hal itu akan berpotensi menurunkan
bahwa menghilangkan penyakit genetis yang serius, sehingga mampu
mengurangi penderitaan manusia di seluruh dunia.
Namun di lain
pihak, aksi memodifikasi embrio manusia ini tidak wajar dan membahayakan
serta tidak memperhitungkan persetujuan generasi mendatang.
IKLAN