About

JEFF THE KILLER FINAL: TRIUMPH OF EVIL [PART6]

 
“Lihat kan, aku benar! Pintu keluarnya ada di sini.” kata pemuda itu sambil tersenyum.
“Kau sepertinya mengenal dengan baik asylum ini. Kalau begitu mari kita jemput Jenna dan Christine!”
Namun Theo justru heran ketika melihat pemuda di depannya justru mengunci pintu itu dari dalam.
“A .... apa yang kau lakukan?”
“Tentu saja aku paham tempat ini, Theo.” ia menyeringai, “Aku pernah tinggal di sini!”

***

 
“Betapa bodohnya aku tertipu begitu saja!” maki Jenna dalam hati. Ia dan Christine kini bergegas menemukan Theo sebelum sesuatu yang buruk terjadi kepadanya. Dalam hati ia bergidik ngeri. Sepanjang perjalanan ia bersama dengan seorang pembunuh dan tak menyadarinya. Dan jika benar dia adalah sang pembunuh, maka Jenna berani bertaruh pria yang tadi dikurung di dalam kamar adalah Liu yang sebenarnya.
***
 
Liu berjalan dengan sempoyongan. Kepalanya masih pusing. Mengapa ia tak membunuhku saja, pikirnya. Apa dia lebih mengincar anak-anak itu? Dasar psikopat! Ia takkan membunuh mangsanya semudah itu. Ia lebih menikmati mengejar dan memburu mereka.
Entah mengapa, Liu yakin ia mengenal pria bertopeng Jeff yang tadi dihadapinya dan mengalahkannya. Mungkin sudah lama sekali, namun ia pernah melihatnya entah dimana.
Tiba-tiba Liu terjatuh, tersandung sesuatu.
“Astaga!”
Liu langsung bangkit begitu sadar ia tadi terjatuh di samping tubuh seseorang.
“Marshall!”
Liu merasa menyesal, “Maafkan aku, Marshall! Seharusnya aku tak mengajakmu ke sini.”
Liu menyadari sesuatu yang mengerikan. Pistol Marshall sudah menghilang. Semoga saja salah satu dari remaja itu yang mengambilnya. Ia tak bisa membayangkan bila sang pembunuh mendapatkan pistol itu.
“Aaargh! Kepalaku!” Liu memegangi kepalanya kembali. Rasa pusing itu justru membangkitkan sebagian memorinya.
Pembunuh itu. Liu tahu ia pernah melihatnya ... di masa lalunya.
Ia kembali ke masa lalu, dimana ia dan Jeff masih bersaudara. Ketika itu, mereka baru saja pindah ke New Davenport. Mereka masih anak-anak saat itu.
“Hai!” wanita itu datang bersama anaknya dari seberang jalan. “Namaku Barbara. Kami tinggal tepat di seberang rumahmu. Apa kau baru saja pindah ke sini?”
“Ya, kami dan kedua anak kami baru saja menempati rumah ini. Senang mengenalmu.”
“Kebetulan sekali, anakku akan berulang tahun dan kami akan mengadakan pesta akhir pekan ini. Kami ingin mengudang kedua anakmu. Pasti mereka akan mendapatkan banyak teman di sana.”
“Terima kasih banyak. Aku yakin Jeff dan Liu akan senang datang ke pesta itu. Benar kan anak-anak? Oh ya, siapa nama anak manis ini?”
Barbara tertawa, “Namanya Billy.”
Fuck!” Liu ingat sekarang, “Dia Billy, kakak Tessa!”
***
 
“Sayang sekali aku harus membunuhmu. Padahal aku menyukaimu.” kata Billy sambil memainkan pistolnya ke arah Theo, “Kau sama seperti aku. Kita adalah pembunuh.”
“Aku ... aku tidak sepertimu ...”
Pria itu tertawa, “Hahaha ... aku tahu semua tentangmu, Theo. Aku melihat kalian malam itu dan aku memutuskan untuk menguntit kalian. Aku mendengar semua percakapan kalian. Aku bahkan pernah berada bersama Jenna di kamarnya, saat dia tidur ... saat ia mengingaukan namamu ...”
Theo menelan ludahnya. Jenna masih memperhatikannya hingga saat ini? Ia semakin merasa bersalah mengikuti semua permainan Leo hanya untuk membalas dendam.
“Aku tahu kau cemburu pada Leo. Karena itu kau membunuhnya.”
“Tidak!” seru Theo sambil memegangi kepalanya, “Itu salah! Aku tak berniat membunuhnya! Ia yang berusaha membunuhku!”
“Hahaha kau bisa mengatakan apapun yang kau suka, Theo! Namun aku tahu kegelapan hatimu ... aku tahu dalam lubuk hatimu, kau menginginkan dia mati!”
“Dia mengancam Jenna!” akhirnya Theo mengungapkan kebenarannya, “Ia mengatakan bahwa setelah membunuhku, dia akan mengincar Jenna! Aku melakukannya untuk melindungi Jenna! Aku harus, karena aku mencintainya!”
Tiba-tiba seorang pria muncul dari balik pintu menerkam Bill. Pistol segera terjatuh dari tangannya. Billy meronta di lantai, mencoba meraih senjata api itu, namun Jenna kemudian muncul dan menendang pistol itu jauh-jauh.
Theo menatap Jenna. “Dia ada di sini? Apa ... apa dia mendengar pengakuanku?” bisiknya dalam hati.
Jenna hanya menatapnya dengan air mata menggenang di pelupuk matanya.
Liu berhasil melumpuhkan Billy dan menindihnya di lantai. Namun tiba-tiba saja, seorang gadis muncul dari balik kegelapan dan menikam punggung Liu.
“AAAAARGH!!!” Liu berteriak kesakitan dan ambruk ke lantai. Billy menggunakan kesempatan itu untuk membanting Liu ke lantai. Iapun bangkit dengan senyum penuh kemenangan.
Mulut Jenna menganga melihat plot twist yang sama sekali tak ia duga itu.
“Christine! Apa yang kau lakukan?” jeritnya. “Kenapa ... kenapa kau malah menolongnya?’
Namun mata gadis itu hanya tertuju pada Liu yang kini merintih kesakitan di lantai.
“Selalu ada dua pembunuh, Liu. Mengapa kau tak pernah belajar dari pengalaman? Sama seperti Peter dan Tessa, selalu ada dua pembunuh!” gadis yang mengaku Christine itu akhirnya bersuara. Namun itu sama sekali bukan suara Christine.
“Su ... suara itu,” bisik Liu di tengah erangannya.
Ia menoleh pada gadis itu. Menatapnya tak percaya.
“Kate?”
“Jangan panggil aku lagi dengan nama itu, Liu. Aku bukan lagi Kate Johnson. Namaku sekarang Jane ...” senyumnya, “Jane The Killer.”
“Lalu Christine ... apa yang kau lakukan padanya?”
Jane menoleh pada Jenna, “Tanyakan saja pada Liu apa yang kakaknya lakukan pada wajahku. Dia menghancurkannya! Dia menyayat bibirku hingga sobek, hingga menyerupai senyuman Jeff The Killer. Aku membenci wajahku! Aku membenci wajahku setiap saat aku bercermin! Namun ...”
Jane menyibakkan rambut yang selama ini menutupi sebagian wajahnya. Jenna langsung menjerit ngeri. Tak pernah dalam hidupnya ia melihat sesuatu semengerikan itu.
Ia melihat jahitan di sisi wajahnya.
Jane telah melepas kulit wajah Christine, lalu menjahitnya di wajahnya sendiri, mengenakannya seolah itu topeng.
“Aku butuh wajah baru, Jenna sayang. Dan gadis cantik ini sudah menyediakannya. Lagipula,” ia tersenyum bengis, “Aku dan Billy juga butuh makanan.”
“Iblis!” jerit Jenna, “Kalian semua iblis!!!”
“Kau pikir siapa yang menjadikan kami seperti ini?” Jane mengacungkan pisaunya ke arah Jenna. Theo segera bergerak maju untuk melindungi gadis itu.
“Kakaknya!” Jane menunjuk ke arah Liu, “Kakaknya yang telah membuat kami seperti ini!”
“Kalian ... kalian melakukan semua ini untuk memancingku ke sini?” bisik Liu. Ia masih berjuang agar ia tak pingsan. Sebab ia tahu, jika ia sampai tak sadarkan diri, mungkin ia takkan pernah bisa bangun lagi.
“Tepat sekali!” Billy akhirnya angkat bicara. “Kau tahu Liu? Karena kesamaan nasib, aku dan Jane akhirnya berteman. Dan kamipun merencanakan semua ini. Kami membakar asylum agar bisa lolos. Lalu kami berencana untuk membunuh para remaja di sini, meniru perbuatan Jeff The Killer, agar kau datang ke sini, mencoba menghentikannya. Namun, klub film in justru membuat pekerjaan kami lebih mudah.”
“Kau punya kesempatan untuk mengatakan sebenarnya saat kita bertemu pertama kali di asylum, Liu!” seru Jane marah, “Gara-gara kau aku membunuh ibuku sendiri! Ini semua salahmu!”
“Maafkan aku Kate! Ibumu mengatakan ada kesempatan bagimu untuk sembuh, makanya aku tak mengatakan yang sejujurnya padamu saat itu!”
“Aku tak butuh sembuh!” jerit Jane menggila, “Yang kubutuhkan adalah balas dendam!”
“Kalian tidak adil!” Jenna mencoba membela Liu, “Liu sama sekali tak bersalah! Kalian sendiri kan yang mengatakan Jeff yang melakukan ini semua pada kalian? Mengapa justru Liu yang harus menanggung ini semua?”
“Kau sama sekali tak mengerti, ya?’ kata Billy, “Liu adalah adik Jeff. Liu adalah satu-satunya dari masa lalu Jeff yang tersisa. Jika Liu mati maka Jeff pasti akan muncul. Dan pada saat itulah kami akan mendapatkan pembalasan dendam kami yang sesungguhnya!”
“Kalau begitu bunuh saja aku!” Liu mencoba bangun dengan berlumuran darah, “Namun biarkan mereka hidup! Mereka tak ada sangkut pautnya dengan semua ini!”
“Tidak!” jerit Jenna, “Aku takkan meninggalkanmu di sini!”
“Aku juga!” seru Theo.
“Ah, kalian setia sekali. Padahal kalian baru saja bertemu. Jangan khawatir, kalian akan bergabung di alam baka!”
Ini sudah terlalu malam,” tiba-tiba suara bisikan menggema di ruangan tersebut, “Mengapa kalian tidak pergi tidur saja?”
Semua terkejut.
“Siapa itu?” jerit Jane.
Tiba-tiba sesosok bayangan hitam muncul dari pintu. Liu menengok dan yakin benar, itulah bayangan hitam yang dikejar Marshall sebelum ia meninggal.
Bayangan itu tinggi besar dan segera membuat Jenna dan Theo yang melihatnya menjadi membeku ketakutan. Ia menusukkan pisau yang dibawanya ke tubuh Billy. Kekuatan tubuh pria itu amat besar hingga ia bisa mengangkat Billy ke udara lalu membantingnya begitu saja ke lantai setelah mengoyak perutnya.
Billy tergeletak tak bernyawa di atas lantai. Namun Jane hanya tertawa keras ketika melihat siapa yang telah merusak pestanya.
“Jeff,” bisiknya, “Akhirnya kau datang!”


TO BE CONTINUED