Terdapat informasi sangat rahasia yang
nampak di sembunyikan oleh banyak pemerintahan besar dunia. Yaitu akan
tibanya meteor sebesar 2,5 Mil yang kemungkinan besar akan jatuh di
samudera atlantik. Meteor ini sudah di teliti lebih dari 2 tahun, namun
karena sifatnya yang sangat rahasia sampai hari ini belum banyak
informasi yang beredar tentang keberadaannya. Beberapa hal yang di
sebutkan akan terjadi yakni misalnya peringatan oleh Rusia tentang
dampak jatuhnyanya meteor di Samudera Atlantik bagi dunia, Menlu
Perancis yang menyebut,"kami punya waktu 500 hari untuk persiapan bagi
terjadinya kekacauan iklim dunia, dan batasnya adalah di 24 September
2015".Visi visi (penglihatan orang pintar AS yang menyatakan melihat
Florida dan New York City akan terendam air(Tsunami?).
About
The 7 Deadly Sins
7 Dosa Mematikan
7 Deadly Sins, mungkin banyak
dari kita yang pernah mendengarnya, namun ada sebagian orang yang tidak
mengerti apa itu 7 sins.
The 7 Deadly Sins adalah 7 dosa dasar manusia, setiap manusia memiliki
beberapa bagian dari dosa ini, setiap kombinasi dosa akan menyebabkan
hal yang berbeda-beda, akibatnya juga berbeda-beda, 7 Sins di wakili
oleh demonnya sendiri-sendiri, dalam hal ini di katakan dalam The Devil
Codex bahwa setiap 25 tahun akan muncul The Choosen One, yakni manusia
dengan sebuah Sins yang sangat menonjol yang adalah reinkarnasi dari
Demon-demon ini, di katakan bahwa mereka akan tersebar di 7 bagian dunia
Ini adalah tabel kombinasi dosa atau Sins tersebut:
Ini adalah tabel kombinasi dosa atau Sins tersebut:
MEMORIES
PESAN DIMASA LALU
Sekarang gue mau posting tentang beberapa PESAN dimasa lalu. Semoga orang yang di omongin bisa coment di posting ini.
Jane The Killer : The Real Story [PART2]
Ayahnya keluar duluan. Ibunya menyusul. Kemudian Liu. Namun apa yang
kubayangkan tentang rupa Jeff tidak jauh-jauh dari apa yang ku saksikan.
Rambutnya gondrong hitam sampai bahu, kulitnya putih bersisik, dan
senyumannya... sama seperti senyumnya dulu di kelas setelah dia memukuli
Randy, Keith dan Troy. Tau-tau dia sudah memandang terpaku ke arahku.
Tepat ke mataku, aku dapat merasakan tatapan membakarnya yang tak
manusiawi dan sadistis merasuk ke dalam sanubariku. Bahkan sampai
sekarang ketika aku mengetik kisah ini, aku masih bergidik jika
mengingatnya. Terasa seperti berjam-jam saat dia menatapku hingga
akhirnya dia pun berpaling. Aku melihatnya berjalan memasuki pintu
didampingi kedua orang tuanya. Aku hampir tak bernafas hingga pintu di
belakang mereka berayun menutup. Orang tuaku datang ke ruang tengah,
lalu menanyaiku apakah ada yang tidak beres. Satu-satunya jawaban keluar
dari mulutku adalah jeritan kencang, dan panjang, setelahnya aku tak
sadarkan diri. Ketika aku bangun, di luar sudah gelap. Orang tuaku tak
ada di kamar. Keadaan rumah sunyi senyap. Aku bangkit berdiri lalu turun
ke lantai bawah. Aku mengenakan gaun tidur yang sebelum aku pingsan
belum aku pakai. Aku berjalan ke dapur. lampunya menyala, yang mana
tidak biasa karena orang tuaku selalu berpesan untuk mematikan lampu
saat akan meninggalkan ruangan. Terdapat secarik catatan di atas meja.
Aku mengambilnya. Pesan yang tercoret acak-acakan pada kertas itu
berbunyi : "Apa kau tidak datang untuk makan malam? teman-temanmu ada
disini juga loh." Tubuhku mulai bergetar hebat. Ku jatuhkan kertas di
tanganku. Aku melangkah menuju jendela ruang tengah untuk melihat
keluar
Jane The Killer : The Real Story [PART1]
satu-satunya alasanku membahas tentang ini adalah karena cerita "Jane
the Killer" yang beredar mulai membuatku sebal. Nama asliku Jane
Arkensaw, julukanku "Jane the Killer" dan kisah ini menjelaskan
bagaimana awal mula pertemuanku dengan Jeff, kejadian yang menyebabkan
rupaku jadi begini, serta mengapa aku bernafsu untuk membunuhnya. Ketika
aku mendengar akan kepindahan keluarga itu di rumah seberang jalan dari
tempatku tinggal, aku tak begitu terkejut.
JEFF THE KILLER FINAL: TRIUMPH OF EVIL [PART7][END]
Tubuhnya tinggi besar, menggunakan jumper putih berlumuran darah. Kegelapan menelan sebagian wajahnya, namun ia bisa melihat mata tanpa kelopaknya serta seringai kejam yang langsung membangkitkan rasa takut siapapun yang melihatnya. Semua topeng dan gambar creepypasta itu salah! Wajah Jeff yang sesungguhnya berkali-kali lipat lebih mengerikan ketimbang yang dapat dibayangkan orang.
“Hai Sayang,” bisik Jeff dengan suara berat yang dapat meruntuhkan nyali siapun yang mendengarnya. Hanya kejahatan murni yang terdengar dalam suaranya, tanpa ternoda sedikitpun kebaikan. “Aku ingat kau. Kita bertemu di malam Halloween bertahun-tahun lalu. Kau suka wajahmu sekarang? Aku membuatmu lebih cantik, bukan?”
“Keparat! Kau takkan lolos kali ini!” Jane menerjangkan pisau yang dipegangnya ke tubuh Jeff. Mereka berdua bergulat, melupakan kehadiran ketiga mangsa mereka.
“Cepat! Mereka sedang sibuk. Kalian harus segera pergi dari sini!” Liu menunjuk ke pintu keluar yang terbuka.
“Kenapa kau tak ikut dengan kami?” pinta Jenna.
“Tidak bisa! Aku harus menghentikan ini semua. Aku tak bisa membiarkan ada orang lain yang mati karena perbuatan Jeff. Sekarang atau tidak sama sekali!”
“Kau takkan bisa menghadapi mereka!” seru Theo, “Kau akan mati!”
“Tidakkah kalian mengerti? Siapapun di antara mereka berdua yang menang tidaklah masalah. Kejahatan tetap akan menang! Aku takkan membiarkan hal itu terjadi! Sekarang, cepat kalian pergi! Pergi!”
Theo segera menggandeng Jenna dan menariknya ke arah pintu keluar.
“Tidak, Theo!” Jenna meronta, “Kita tak bisa meninggalkannya! Dia tadi sudah menyelamatkan nyawamu!”
“Ikutlah denganku. Aku punya rencana!” Theo menatap Jenna dengan mata penuh keyakinan. Jenna hanya bisa mempercayainya saat ini.
Liu lega melihat kedua remaja itu kini telah meninggalkan asylum dengan selamat. Kini ia menatap kedua sosok pembunuh berantai yang sedang bertempur itu. Jeff memang kuat, namun Jane lebih lihai. Siapapun yang menang sama saja, pikir Liu. Tetap saja akan ada banyak orang terbunuh jika salah satu dari mereka masih hidup.
Namun Liu bingung, siapa yang akan dia bantu? Apa ia akan di pihak Jane. Mereka toh punya misi yang sama untuk menghentikan Jeff. Atau dia berada di pihak Jeff? Ia tetap adalah saudaranya. Ia tak bisa membiarkan Jane membunuhnya.
Liu sedang menghadapi dilema sekarang. Namun ia tahu, ia harus berbuat sesuatu.
“Pistol itu” pikiran itu segera terlintas di benak Liu. Ia melihat ke arah dimana pistol itu terakhir terjatuh. “Ya, di sana! Aku melihatnya!”
Liu segera mengambil pistol itu dan mengacungkannya ke arah mereka. Tak seorangpun di antara mereka berdua yang menyadarinya.
“Siapa yang akan aku tembak?” Liu membidik Jane, namun ia merasa tak yakin. Jeff lebih berbahaya. Maka ia mengarahkan moncongnya ke arah Jeff.
“Siapa? Siapa yang akan aku tembak?”
Liu memejamkan matanya sejenak. Akhirnya ia memutuskan. Ya, ia sudah memutuskan.
Ia pun membuka mata dan menembakkan pistolnya.
“DOR!!!”
JEFF THE KILLER FINAL: TRIUMPH OF EVIL [PART6]
“Kau sepertinya mengenal dengan baik asylum ini. Kalau begitu mari kita jemput Jenna dan Christine!”
Namun Theo justru heran ketika melihat pemuda di depannya justru mengunci pintu itu dari dalam.
“A .... apa yang kau lakukan?”
“Tentu saja aku paham tempat ini, Theo.” ia menyeringai, “Aku pernah tinggal di sini!”
JEFF THE KILLER FINAL: THE TRIUMPH OF EVIL [PART5]
“Theo ... berhenti. Kumohon ... aku lelah.”
Theo akhirnya berhenti, namun masih memohon pada gadis itu, “Kita harus terus berlari. Pembunuh itu ada di belakang kita!”
“Theo, apa kau melihat siapa yang membunuh Brian?”
“Tidak. Saat itu gelap bukan?”
“Ba ... bagaimana dengan yang lain?”
“Ah, persetan dengan mereka. Jenna ... dengarlah! Kumohon maafkan aku.”
Jenna menatapnya dengan wajah sendu, “Tak apa-apa Theo. Aku tahu ini semua salahku. Aku terlalu dibutakan oleh perasaanku pada Leo sehingga .... sehingga aku melupakanmu.”
Theo menatapnya, “Tidak! Ini bukan salah siapa-siapa. Dengar, kita akan keluar dengan selamat dari sini, mengerti!”
“Apa ... apa kau pikir itu Jeff?”
“Aku sama sekali tak percaya dengan segala omong kosong tentang Jeff ini. Jeff sudah mati, titik! Mungkin saja pelakunya Leo atau Mark.”
“Kenapa mereka melakukan ini? Kenapa mereka membunuh Brian dan Jake?”
“Entahlah! Kau tahu kan segila apa mereka? Kita benar-benar harus pergi sekarang, Jen!
Tiba-tiba mereka mendengar suara gemeretak di dinding. Seolah-olah sesuatu yang sangat banyak akan melewati mereka.
“Apa ... apa ini?”
Di tengah kegelapan lorong di depan mereka tampa ratusan mata merah tengah mengintai.
Jenna menggenggam tangan Theo, “Theo ... itu ...”
“Lari Jen .... LARI!!!”
Dan mereka segera berlari secepat mungkin ketika ribuan tikus menyerbu mereka dari lantai.
JEFF THE KILLER FINAL: THE TRIUMPH OF EVIL [PART4]
Ia masih ingin mempercayai sahabat lamanya itu, namun kini tak ada seorangpun yang bisa ia percayai. Jessica, Mark, Brian, Theo, bahkan Leo ... tak ada jaminan bahwa pelakunya bukan seseorang di antara mereka.
Ia masih mencoba memanggil nomor Theo dan tiba-tiba ia mendengar suara dari kejauhan. Suara ringtone.
Ini ringtone milik Theo, sebuah soundtrack anime, Jenna sangat mengenalinya.
Jenna segera berusaha mencari asal suara itu.
“Theo! Theo!” panggilnya.
Namun ia terperanjat begitu melihat asal suara tersebut.
Sebuah sumur.
“Oh tidak! Kumohon ... jangan Theo ...”
Jenna memberanikan diri mendekati dan melongok ke dalam sumur itu. Suara ringtone itu jelas sekali bergema dari dalam sumur tua tersebut.
Jenna menjerit ketika melihat punggung Theo tampak mengapung di dalam sumur tersebut.
JEFF THE KILLER FINAL: THE TRIUMPH OF EVIL [PART3]
“Kita harus melapor pada polisi! Jessica ...”
“Bagaimanapun juga Jessica sudah meninggal,” Mark akhirnya angkat suara, “Apapun yang kita lakukan takkan bisa membangkitkannya kembali.”
Jenna menatap Mark dengan geram, “Apa kau tak peduli sedikitpun pada nasib Jessica?”
“Justru karena aku peduli maka aku mengatakan hal itu!” Mark membela diri, “Lebih baik Jessica meninggal sebagai pahlawan di mata warga kota dan orang tuanya ketimbang ia selamanya dikenang sebagai pembohong apabila kita mengatakan yang sejujurnya pada polisi!”
“Tega-teganya kau mengatakan itu!” jerit Jenna, “Sejak awal ini semua kesalahanmu!”
“Sudahlah hentikan!” Leo menengahi mereka, “Mark benar. Lapor ke polisi takkan memecahkan masalah ini. Apa kau pikir mereka akan melindungi kita setelah kita berbohong seperti ini?”
“Ya,” kata Brian, “Mereka akan menganggap kita berbohong juga dan takkan mempercayai kita.”
“Lalu apa yang akan kita lakukan?” air mata mulai menetes di pipi Jenna.
“Kita semua akan pergi ke mansionku.” kata Mark, “Ada banyak senjata di sana. Kita bakal menghabisi Jeff atau siapapun yang mencoba macam-macam dengan kita.”
JEFF THE KILLER FINAL: THE TRIUMPH OF EVIL [PART2]
Seorang polisi turun dari mobil dan berseru, “SIAPA KALIAN! APA YANG KALIAN LAKUKAN DI SINI???”
“Jeff The Killer!” tiba-tiba Mark berseru, “Jeff The Killer pelakunya!”
“Apa?” bisik Jenna tak percaya.
“Kami mendengar teriakan minta tolong dari pria ini, jadi kami segera ke sini untuk menolongnya. Namun ...”
“Ya, Jeff The Killer membunuhnya. Kami datang terlambat!” seru Leo tiba-tiba, melanjutkan kebohongan Mark, “Untung saja Anda segera datang, Pak Polisi! Jika tidak, ia juga pasti akan membunuh kami.”
“Dimana dia sekarang!” polisi itu segera mengambil pistol dari sabuknya begitu mendengar nama pembunuh berantai paling ditakuti itu.
“Jeff sudah kabur!” Jessica berseru, “Ia menghilang ke dalam hutan.”
“Kalian masuklah ke mobil! Aku akan memanggil bantuan!” polisi itu tampak dengan panik menghubungi rekannya dengan radionya.
Jenna melihat seutas senyuman di wajah Mark.
JEFF THE KILLER FINAL: TRIUMPH OF EVIL [PART 1]
Dia hampir melompat ketakutan mendengar suara berisik pelan di belakangnya. Apa itu? Apa itu suara binatang liar? Apa itu suara langkah kaki? Apa ada yang sedang mengikutinya?
Gadis itu memutuskan untuk mempercepat langkah kakinya. Ia bahkan mulai berlari, namun kakinya tersandung akar pohon yang mencuat dari dalam tanah. Iapun jatuh terjerembap ke tanah.
Wajahnya tak sampai menghantam tanah, namun ia mendengar suara itu makin mendekat. Ia tak sempat membersihkan daun-daun kering yang menempel di rambutnya dan segera berdiri, bersiap untuk kembali berlari. Namun sebelum ia sempat melangkahkan kakinya lebih jauh lagi, tiba-tiba ia melihat sebuah bayangan hitam menutupi jalan di depannya.
Tentakel-tentakel keluar dari sosok hitam yang sangat tinggi itu.
“KYAAAAAAA!!!!”
JEFF THE KILLER: OUTRAGE [PART5] [END]
Pembunuh itu menyeringai, puas melihat wajah terkejut Liu. Selama ini
ia berhasil mengecoh semua orang. Tak ada seorangpun yang menduga
ia-lah sang pembunuh sebenarnya.
“Ta ... tapi kau sudah mati!”
Pembunuh itu masih tertawa. “Aku tahu! Aku berhasil mengelabui kalian kan, hahahaha ...”
Marisol yang ketakutan akhirnya membuka mulutnya, “Siapa dia, teman2? Siapa dia?”
Marisol menoleh dan terkejut setengah mati,
“Demi Tuhan! PETER!”
Peter, adik Randy.
Peter, kekasih Amy Lee.
Peter, yang diduga sebagai korban pertama pembunuhan2 itu setelah Jeff dinyatakan mati.
Peter, yang darahnya ditemukan di mobil, namun mayatnya tak pernah ditemukan.
Peter. Ia-lah pelakunya.
“Kejutan!” seru Peter sambil membuang topeng keramik itu ke atas lantai.
“Tapi
kau ... darah itu ... astaga,” Liu bagai tersambar petir ketika
menyadarinya. “Itulah yang ditemukan Adam malam itu. Itu yang coba ia
beritahukan kepadaku. Kantung darah! Ia pasti menyadari ada kantung
darah O negatif yang hilang dari rumah sakit. Kau mencurinya untuk
memalsukan kematianmu!”
“Ah, Adam, si bajingan kecil itu! Aku
benar2 tak merencanakan untuk membunuhnya malam itu. Aku jadi terpaksa
membunuhnya gara2 ia terlalu ingin tahu. Dan gara2 malam itu, aku jadi
merasa kesal dan yah .... mungkin terlalu berlebihan. Aku beraksi
terlalu sering malam itu. Tapi sudahlah, yang penting kalian semua
berkumpul di sini untuk adegan penutupnya. Nah, sekarang ...”
Ia
segera meletakkan kembali bilah pisaunya ke depan leher Marisol. “Untuk
adegan klimaksnya, kau harus membuat pilihan sulit Liu. Kau memilih
Tessa atau Marisol? Ayoooo, pilih salah satu! Yang kau pilih akan
selamat, silakan saja membawanya pulang bersamamu sebagai hadiah.
Sedangkan yang kurang beruntung ..... uuuuuh, maaf sekali harus berakhir
seperti daging cincang. Hahahaha ....”
“Teman2, jangan pikirkan aku!” seru Marisol sambil menangis, “Kalian pergi saja selamatkan diri kalian!”
JEFF THE KILLER: OUTRAGE [PART4]
Liu dan Keith sibuk membolak-balik catatan yang dimiliki perawat.
Keith dengan kharismanya berhasil membujuk seorang pasien untuk membuat
para perawat sibuk. Kemudian mereka mengendap2 memeriksa sesuatu yang
mungkin Adam lihat pada hari naas itu. Mungkin saja mereka menemukan
petunjuk.
Entah bagaimana, namun dua pemuda yang awalnya
bermusuhan itu tiba2 menjadi rekan seperjuangan. Mereka sama2 tertantang
untuk memecahkan misteri yang mereka hadapi. Sekarang atau tidak sama
sekali!
“Ah, tak ada apa2 di sini.”
erang Keith, “Hanya catatan2 rutin. Jadwal pemeriksaan, daftar pasien,
daftar obat2an, infus, jaruum suntik, kantung darah, menu makanan
pasien, alat2 operasi, bahkan laundri selimut dan bantal. Cakupannya
terlalu luas.”
“Pasti ada sesuatu di sini ... “ namun Liu
akhirnya menyerah dan membanting kertas2 itu di atas meja. “Kau benar.
Ini tak ada gunanya. Bahkan jika Adam memang menemukan dokumen yang bisa
membongkar identitas asli si pembunuh, mungkin saja penjahat itu sudah
mencurinya dan memusnahkannya di malam saat Adam terbunuh.”
Tiba2 telepon genggam Keith berbunyi.
“Hao, Marisol? Maaf aku membolos hari ini, aku ....”
Terdengar suara isakan seorang gadis dari seberang telepon.
“Keith ... tolong aku ...”
“Marisol, apa yang terjadi denganmu?” suara Keith tedengar panik sehingga Liu menjadi was2.
“Ada apa Keith? tanya Liu. “Ada sesuatu yang terjadi dengan Marisol?”
“Dia ... dia menangkapku ...” Marisol terus menangis.
“Dia siapa?”
“Hai, Keith!” suara berganti menjadi suara serak seorang pria.
“Jeff!” Keith langsung berkesimpulan.
“Apa?” bisik Liu. “Tapi itu mustahil dia ...”
“Kekasihmu
yang cantik ini menunggu di sini. Jika kau ingin melihatnya hidup,
datanglah ke ruang olah raga sekolah sekarang juga. Ingat jangan panggil
polisi! Mendengar sirine polisi sedikit saja, aku akan langsung
menyayat tubuh pacarmu ini menjadi potongan2 kecil. Ingat itu!”
Ia langsung menutup teleponnya.
“Halo! Halo! Ah sial!’ ia menoleh ke arah Liu, “Kita harus segera ke sekolah. Ia menangkap Marisol.”
“Apa? Kita harus lapor pada polisi!”
“Tidak!” Keith langsung menolak ide tersebut, “Jeff pasti akan langsung membunuhnya.”
“Apa ... apa kau yakin itu Jeff?”
“Siapa lagi? Ayo cepat ke sana!”
JEFF THE KILLER: OUTRAGE [PART3]
Paman Brandon masuk ke kamar setelah selesai menggosok giginya.
“Anak pungut itu masih belum juga pulang larut malam begini. Aku sudah mengunci pintunya, dengan begitu ia takkan bisa masuk.”
“Baguslah!”
kata Bibi Martha sambil masih membaca buku di ranjangnya, “Biarkan saja
anak itu tidur di luar. Dasar tak tahu balas budi. Sudah untung kita
mau memberinya makan setiap hari.”
“Aku masih tak habis pikir,”
kata Paman Brandon sambil naik ke tempat tidur, “Kenapa kakakku mau saja
mengadopsi anak itu? Apa mungkin dia anaknya di luar nikah ya? Benar2
menghabiskan uang saja.”
“Tapi kita beruntung kakakmu mati dan
mewariskan seluruh harta dan rumah ini kepada kita.” kata Bibi Martha
sambil menutup bukunya, menaruh kaca matanya, dan bersiap tidur.
“Yah, sayang sekali harta warisan itu datang bersama kewajiban kita untuk mengurus anak itu hingga umur 18.”
“Berhentilah menggerutu. Tinggal satu tahun lagi, Sayang. Setelah itu kita usir anak itu dari rumah ini.”
“Kau benar, Sayang. Nah sekarang tidurlah. Aku sudah tak sabar mau memarahi anak itu besok pagi.”
Mereka berdua mematikan lampu kamar dan mulai berbaring dalam kegelapan. Tiba-tiba saja mereka mendengar suara.
“Brandon, dengar!” seru Bibi Martha, “Ada suara dari arah bawah!”
“Ah,
sial! Itu pasti Liu mencoba mendobrak masuk!” Paman Brandon dengan
kesal membuka selimutnya dan bangkit dari tempat tidur.
“Hati-hati, Brandon!”
“Tenanglah! Akan kuhajar habis2an anak itu kali ini.”
Paman Brandon keluar kamar dan dari kamar tidur, Bibi Martha dapat mendengar langkah kakinya menuruni tangga.
Bibi
Martha kembali mencoba tidur. Ia tak mendengar suara apapun dari bawah,
bahkan suara suaminya memukuli Liu. Ah, mungkin saja suara tadi
hanyalah suara kucing atau angin dari luar.
Dengan mata terpejam, Bibi Martha bisa mendengar suara langkah kaki menaiki tangga. Itu pasti Brandon, pikir Bibi Martha.
Bibi Martha kemudian mendengar suara langkah kaki memasuki kamarnya. Paman Brandon tadi membiarkan pintu kamarnya terbuka.
“Apa kau sudah memukulinya, Sayang? Kok aku tidak mendengar suaranya?”
Anehnya,
suara langkah kaki itu tidak terhenti di tepi ranjang, namun justru
memutar, ke arah sisi ranjang yang Bibi Martha tiduri.
Bibi Martha pun membuka matanya dan menjerit melihat apa yang terhidang di depan matanya.
“AAAAAAAAAAAAAAAA!!!!”
Di
depannya, sesosok wajah putih menatapnya. Dan senyum itu ... senyum
legendaris itu yang konon tak ada seorangpun dapat hidup untuk
menceritakannya, kecuali Liu.
Senyum Jeff The Killer.
Bibi
Martha tak sempat berteriak ketika pembunuh itu mengiriskan pisaunya
yang tajam ke lehernya. Wanita itu tersedak oleh darahnya sendiri yang
segera mengalir deras melalui sayatan itu dan dari mulutnya.
Darah merah segera merembes di seprai, membasahi seluruh ranjang.
JEFF THE KILLER: OUTRAGE [PART2]
Senter polisi menyinari mobil Cadillac itu. Cairan merah yang jelas2
darah itu menutupi bagian depan mobil. Banyak sekali, bak dituang dari
sebuah ember. Terdapat jejak darah yang mengarah ke hutan di dekat
pantai.
“Astaga ... Ini mobil milik Peter, adik Randy. Aku sangat mengenalinya.”
“Randy? Anak yang dibunuh oleh Jeff The Killer itu?” tanya opsir yang menemaninya.
“Dimana pengendaranya?”
“Well,
ini mobil sport jadi jelas hanya bisa memuat dua orang. Namun kami
masih mencari para penumpangnya, Pak. Apa menurut anda ini perbuatan
....”
Tiba2 terdengar suara gemerisik dari arah semak2 di belakang mereka.
Para polisi segera mempersiapkan senjata mereka.
“Siapa di sana? Kelurlah!” seru salah satu polisi.
Mereka berjalan mendekat dengan perlahan.
Salah seorang polisi menyibak semak2 itu dan melihat seorang gadis menangis pelan dengan rambut acak2an.
“Astaga, itu Amy Lee.”
***
JEFF THE KILLER: OUTRAGE [PART1]
Suara
sirine mengaum di tengah kegelapan malam. Semua polisi di New Davenport
dikerahkan untuk menangkap sosok menakutkan itu. Walaupun mereka tahu
ia baru berumur 17 tahun, namun tak ada yang berani main-main dengannya.
Semua menggunakan senjata lengkap. Tak ada yang ingin pembunuh ini
lolos dan melakukan aksi biadabnya.
Ia harus dihentikan malam ini.
Para
polisi telah mengepung Devil’s Rock, julukan bagi tebing yang menjorok
ke laut dengan batu karang menghampar di bawahnya. Terdengar suara ombak
berderu dengan keras, seolah lautan sedang mengamuk. Angin memang
bertiup kencang malam itu. Bulan hanya bersinar separuh, menerangi
pantai berbatu kota New Davenport.
“Aku melihatnya!” seru
seorang polisi ketika lampu senternya mengenai sosok bertudung itu.
Pemuda itu kembali lari, kali ini menuju ke ujung Devil’s Rock.
“Tangkap dia! Tangkap!” seru sang kepala polisi.
Sekitar
sepuluh polisi kini mengepungnya, semua mengacungkan senjata mereka ke
arahnya. Sosok itu hanya berdiri di ujung tebing, tanpa terlihat merasa
takut sedikitpun.
“Jeff!” seru sang kepala polisi, “Jeff The Killer!”
“Ya ...” jawab sang pemuda dengan suara serak yang menakutkan.
“Menyerahlah! Kau sudah dikepung!”
Pemuda
itu tertawa. Semua polisi dibuat merinding dengan suaranya. Hanya ada
kejahatan di dalam suaranya. Kejahatan yang murni. Tanpa ternoda
sedikitpun kebaikan.
Sudah tak ada lagi yang tersisa dalam jiwanya kecuali kebencian.
“Kau
tak bisa lari lagi!” seru sang kepala polisi lagi. Namun Jeff sama
sekali tak berniat untuk lari. Ia membuka tudung yang menutupi wajahnya.
Bulan kembali bersinar ketika awan yang menutupinya bergeser.
Semua polisi menahan napas ketika wajah Jeff terlihat jelas.
Cerita
mengatakan bahwa Jeff memulai kebiasaan membunuhnya setelah wajahnya
terbakar hebat. Mereka sendiri tak pernah melihat wajahnya. Konon bila
seseorang melihat wajah Jeff, maka itulah hal terakhir yang akan ia
lihat sebelum Jeff menusukkan pisau ke dalam jantungnya.
Mereka selalu mengira wajah Jeff hancur terbakar, seperti Freeddy Krueger. Namun malam ini rumor itu terbukti salah.
Wajahnya
dilapisi kulit putih yang tersusun sangat janggal, seperti plastik
menutupi wajahnya. Kulit itu, walaupun menutupi luka bakarnya, terlihat
membuat wajahnya tanpa ekspresi. Matanya terbuka lebar, sebab konon para
dokter tak bisa memperbaiki kelopak matanya yang terbakar habis akibat
kejadian itu. Ia tak pernah bisa menutup matanya, ia tak pernh tidur.
Dan mulutnya sangatlah ganjil. Bibirnya begitu tebal, seolah membengkak.
Dan ia tersenyum, ia pernah bisa berhenti tersenyum, sebab wajahnya
menjadi kaku akibat kejadian itu.
“Kalian salah ...” katanya di bawah rembulan sambil tertawa dengan sangat mengerikan.
“Kalian takkan pernah menangkapku!”
Tanpa diduga seorang pun, ia tiba-tiba melompat ke bawah, ke arah jurang yang menganga di bawahnya.
“Hentikan!!!” seru sang kepala polisi. Para polisi segera bergegas melihat ke bawah tebing.
Hanya ada bebatuan tajam dan buih ombak yang menerjangnya.
Tak ada tubuh Jeff.
Ia pasti telah tersapu ombak.
Yang mereka tahu, tak ada yang bisa selamat jika terjun ke karang-karang itu.
Tak ada yang bisa.
Bahkan Jeff The Killer sekalipun.
Asal Usul Freddy Krueger
Frederick
Charles "Freddy" Krueger adalah karakter fiksi dari Nightmare on Elm
Street, serial film horor. Dia pertama kali muncul dalam Wes Craven
mimpi buruk di Elm Street (1984) sebagai penguntit mimpi cacat yang
menggunakan sarung tangan yang dipersenjatai dengan pisau cukur untuk
membunuh korban-korbannya dalam mimpi mereka, akhirnya menyebabkan
kematian mereka di dunia nyata juga. Namun, setiap kali dia dimasukkan
ke dalam dunia nyata, ia memiliki kerentanan manusia normal. Dia
diciptakan oleh Wes Craven, dan telah secara konsisten digambarkan oleh
Robert Englund sejak penampilan pertama. Dalam remake 2010,
bagaimanapun, Krueger digambarkan oleh Akademi Award nominasi Earle
Haley Jackie.
Krueger
adalah roh pendendam yang menyerang korbannya dari dalam mimpi mereka
sendiri. Dia sering diidentifikasi dengan membakar wajahnya, rusak,
merah dan gelap sweter bergaris-garis hijau, coklat fedora, dan merek
dagang logam-bercakar coklat sarung tangan kulit di tangan kanannya.
Penyihir majalah dinilai dia penjahat terbesar 14,saluran televisi
Inggris Sky2 terdaftar padanya 8,dan American Film Institute peringkat
dia 40 pada perusahaan "AFI itu 100 Tahun ... 100 Pahlawan dan
Villains"
Robert
Englund telah mengatakan berulang kali bahwa ia merasa bahwa karakter
mewakili mengabaikan, khususnya yang dialami oleh anak-anak. Karakter
juga lebih luas merupakan ketakutan bawah sadar. Sebagai contoh,
Englund adalah pada catatan yang mengatakan bahwa dalam A Nightmare on
Elm Street 2:. Pembalasan Freddy, Freddy mewakili keinginan menindas
tokoh utama
Dragon Ball Kecil Saga 1 : Emperor Pilaf Saga Subtitle Indonesia (1986)
Dragon Ball bercerita tentang seorang bocah bernama Goku yang hidup di tengah gunung sendirian. Dia lalu bertemu dengan Bulma, seorang gadis muda genius, yang berusaha mengumpulkan 7 bola ajaib yang katanya bisa mengabulkan semua keinginan. Bola-bola tersebut dinamakan Dragon Ball.
Keterangan: Dragon Ball adalah 7 buah bola kristal yang tersebar di seluruh dunia, bola tersebut berwarna jingga
yang terdapat pola bintang di dalamnya, apabila seseorang berhasil
mengumpulkan 7 buah Dragon Ball maka akan muncul sebuah dewa naga yang
mampu mengabulkan sebuah permintaan apa saja, bahkan termasuk
menghidupkan orang mati.
Dalam perjalanannya bersama Bulma mencari Dragon Ball, Goku harus berhadapan dengan banyak rintangan, salah satunya adalah dari Tentara Pita Merah. Kelompok ini mempunyai keinginan yang sama dengan Goku dan Bulma.
Asal Usul JEFF THE KILLER
JEFF THE KILLER [PART1]
PEMBUNUH MUKA RIANG MASIH BERKELIARAN
PEMBUNUH MUKA RIANG MASIH BERKELIARAN
Setelah beberapa minggu terjadi beberapa kasus pembunuhan yang belum terungkap, pembunuh ini masih berkeliaran dan melkukan aksinya. Setelah beberapa bukti ditemukan, seorang anak laki laki yang selamat dari serangan pembunuh ini mengisahkan apa yang menimpanya.
“aku mengalami mimpi buruk dan tebangun di tengah malam” kata si
anak, “aku melihat jendela terbuka, padahal sebelumnya aku yakin jendela
terkunci sebelum tidur. Aku bangun dan kemudian menutupnya kembali dan
kemudian aku kembali tidur. Namun kemudian aku merasakan perasaan aneh,
seperti ada yang orang yang sedang mengincarku. Apa yang kulihat
kemudian membuatku nyari melompat dari tempat tidur. Dalam remang remang
aku melihat sepasang mata, mata ini aneh, tidak seperti biasanya,gelap
dan tampak riang. Mata tersebut dibatasi warna hitam… dan sungguh
membuatku ngeri mengingatnya. Saat itulah kemudian kulihat bagian
mulutnya, sebuah bibir yang Nampak selalu tersenyum, senyum yang lebar,
bahkan terlalu panjang dan lebar. Kemudian dia mengatakan sesuatu, namun
apa yang dia katakan adalah sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh
orang gila, dengan nada yang bisa dilakukan hanya oleh orang gila saja”
“dia berkata, ‘GO TO SLEEP’, akupun berteriak. Dia mengambil sebuah pisau berusaha menusuk jantungku. Dia melompat ke ranjang, aku melawannya, berusaha menyingkirkan dia dariku. Saat itulah kemudian ayah masuk ke kamarku. Pria yang menyerangku melemparkan pisaunya dan mengenai bahu ayah. Mungkin dia akan menghabisi ayah juga jika salah satu tetangga tidak menghubungi polisi.
“mereka menuju parkiran, dan berlari menuju pintu. Pria itu berlari
menuju ;lorong. Aku mendengar suara kaca pecah. Ketika aku keluar dari
kamar, aku melihat jendela yang mengarah ke bagian belakang rumah telah
rusak. Aku melihatnya menghilang menjauh. Aku dapat mengatakan padamu
satu hal, aku tidak akan bisa melupakan wajah itu. wajah dingin itu,
mata jahatnya, dan senyuman gila dan sinting itu. semuanya itu tidak
akan pernah bisa pergi dari pikiranku”
.
Polisi masih mencari pria ini. jika ada yang melihat orang dengan deskripsi seperti diatas, hubungilah segera kantor polisi terdekat.
.
Polisi masih mencari pria ini. jika ada yang melihat orang dengan deskripsi seperti diatas, hubungilah segera kantor polisi terdekat.
Subscribe to:
Posts (Atom)